Menerima Segalanya
(Oleh : Natali Devi)
Suatu
pagi aku terduduk diatas kursi dengan meja bundar yang dialasi rajutan berwarna
merah muda, dengan segelas susu dan makanan ringan yang telah tertata rapi
setiap pagi di meja itu. Tersentak aku
seketika, lalu semuanya hilang, tak ada lagi susu dan makanan diatas meja itu.
Semuanya hanya bayangan hari-hari sebelumnya, dimana ibuku selalu menyiapkannya
untuk kami semua. Kini semuanya berubah drastis, aku harus bisa menyipakan
makanan sendiri, mencuci sendiri, menyetrika sendiri, semuanya sendiri. Hingga keadaanlah yang menuntutku untuk harus
menjadi anak yang mandiri.
Semula
keluarga ku adalah keluarga yang sangat harmonis menurut ku, tetapi lambat laun
keharmonisan itu seakan semakin luntur. Kini semuanya berubah sejak kehadiran
seseorang di kehidupan kami, dia menghancurkan semua kebahagian yang selama ini
kami rajut cukup lama. Sejak saat itu
selalu terjadi pertengkaran di rumah. Terkadang ibuku sering melampiaskan
kemarahanya kepada kami karena kelakuan ayah. Pertengkaran yang selalu terjadi
kerap kali membuat aku merasa sedih, marah, dan kesal, aku bahkan tidak
menghiraukan lagi pelajaran disekolah, aku menjadi seorang pribadi yang malas
dan keras kepala, aku bahkan tidak betah di rumah karena bosan melihat ibu dan
ayahku yang kerap kali bertengkar. Pertengkaran itu pun kini berujung pada
perpisahan yang tak begitu kupahami. Di hadapan teman-temanku, seringkali aku menyembunyikan
keadaan dan tidak menjadi diriku sendiri, aku mamasang senyum palsu penuh dengan muka
ceria penuh canda tawa yang tegar, dan bertingkah seolah tak ada masalah sedikitpun,
Bahkan Teman-temanku sendiri tak ada yang tau mengenai masalah yang sedang ku
hadapi, ak juga tak ingin merasa dikasihani dengan kondisi yang demikian.
Saat
malam tiba, dimana kondisi yang sangat tidak mengenakkan bagiku, kesepian
menghantui ku, aku sangat benci dengan kondisi demikian, karena seringkali
mengingatkanku pada masa-masa sebelumnya, masa-masa yang sangat menyenangkan
didalam hidupku, dimana tidak ada pertengkaran, tidak ada perpisahan, tidak ada
keheningan saat malam, seperti yang kualami saai ini. Aku seringkali tertunduk
menangisi keadaan dan mengeluh, “Ya allah betapa berat cobaan yang aku hadapi”,
aku ingin kembali ke masa-masa yang dulu, aku tak sanggup lagi, aku merasa iri
dengan teman-temanku yang beruntung memiliki sebuah keluarga yang harmonis,
yang hanya tinggal kenangan bagiku.
Kini
semuanya semakin terasa rumit, lambat-laum permasalahan semakin bertambah.
Perpisahan yang terjadi antara keduanya kini semakin jelas. Mereka sudah resmi
bercerai. Pupus harapanku untuk mengembalikan keadaan seperti semula, semuanya
hanya tinggal kenangan yang akan menjadi mimpi dan takkan pernah terulang
kembali. Kondisi yang demikian membuat nilaiku semakin menurun, pada mulanya
aku selalu mendapat peringkat tiga besar, namun kini aku tidak mendapat
peringkat sama sekali. Hal itu membuat ku merasa semakin terpuruk. Hingga pada
suatu keheningan malam Entah apa yang telah membuatku terhentak bangun dengan
deraian air mata yang dengan sendirinya mengalir keluar dari mataku. Membuatku tertunduk
bisu hingga terfikir di benakku dan menyadari “ya Allah apa yang telah
kulakukan selama ini”, aku tak pernah bersyukur atas nikmatmu, aku selalu
mengeluh kepadamu dan menangisi keadaan, yang jelas-jelas tak bermanfaat
untukku, yang bahkan akan membuatku semakin terpuruk. Air mata ku seolah tak
mau berhenti ketika mengadukan segalah resah dan gelisa itu. Kesadaranku seolah
lahir kembali. Meskipun masalah yang kuhadapi besar, aku memiliki Tuhan Yang
Maha Besar.
Alhamdulilah sejak saat itu aku seolah
bangkit dari keterpurukan dan memulai kehidupan baru kembali. Aku harus bisa
menerima segalanya yang telah terjadi. Berusaha mengambil hikmah dari
peristiwa yang telah ku alami, serta ikhlas menjalani apa yang sudah menjadi
ketentuaan dan takdir hidup, mungkin rencana tuhan akan lebih baik untukku
nantinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar